Arsip Kategori: Media

Revolusi Industri 4.0

Perbedaan Website dan Blog

Apa Perbedaan Website dan Blog?

Perbedaan Website dan Blog
Photo by Monoar Rahman on Pexels.com

Webiste adalah halaman di internet berisi informasi dalam format teks (tulisan), gambar, audio, dan video.

Blog merupakan bagian dari website. Jadi, blog juga disebut website.

Bedanya, blog umumnya milik perorangan atau individu. Karenanya, blog juga disebut situs web pribadi (personal web).

Itu dia Perbedaan Website dan Blog. Jelas ya!

Pengertian Media Sosial

Apa sebenarnya yang disebut media sosial? Apa pengertian media sosial dan apa saja ciri-ciri, fungsi, dan jenisnya? Berikut ini ulasannya.

Pengertian Media Sosial

Media sosial adalah sebuah media online atau media dalam jaringan (daring) tempat para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi (share), dan menciptakan isi (membuat konten atau postingan). Baca lebih lanjut

Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah

 

Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah. Strategi dan Manajemen Media Sosial Instansi.

pexels-photo-1092671.jpeg

Photo by Lisa Fotios on Pexels.com

Latar Belakang

Salah satu tugas humas pemerintah adalah menyebarluaskan informasi dan kebijakan pemerintah sesuai dengan institusi/lembaga masing-masing kepada publik, menampung dan mengolah aspirasi masyarakat, serta membangun kepercayaan publik guna menjaga citra dan reputasi pemerintah.

Untuk itu, diperlukan upaya-upaya kreatif dan persuasif dalam pelaksanaan misi tersebut.

Humas  pemerintah  harus  mengomunikasikan  kebijakan,  rencana kerja, dan capaian kinerja kepada masyarakat luas, melalui media tradisional, media konvensional, dan media baru.

Komunikasi yang menggunakan media baru atau teknologi internet dapat menjangkau langsung dan cepat kepada semua pihak.

Populasi pengguna internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun  seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur teknologi informasi di Indonesia dan program pemerintah yang memperkenalkan sarana internet hingga ke pelosok Indonesia.

Pertumbuhan pengguna internet semakin berlipat   ganda, seiring dengan pertumbuhan penjualan telepon seluler pintar (smart phone) yang dapat mengakses internet bergerak (mobile) sehingga  khalayak  dapat  mengakses internet di mana saja dan kapan saja.

Situs (website) yang paling banyak dikunjungi pengguna internet di Indonesia adalah situs-situs media sosial, seperti facebook.com, twitter.com, dan youtube.com. 

Pengguna internet di Indonesia sebagian besar menggunakan media sosial dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang menggunakan internet. Selain itu, masyarakat juga banyak mengunjungi portal berita.

Penggunaan media sosial telah membentuk dan mendukung cara baru dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan berkolaborasi. Media sosial menawarkan cara yang lebih cepat dan tepat untuk berpartisipasi dalam pertukaran informasi melalui daring (dalam jaringan/online).

Dengan melihat efektivitas media sosial dalam membangun komunikasi dan interaksi dengan masyarakat, hubungan masyarakat pemerintah harus mampu memanfaatkan media sosial untuk meraih perhatian dan dukungan khalayak luas serta tidak lagi semata-mata bertahan dengan cara-cara komunikasi  yang konvensional.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, humas pemerintah menggunakan berbagai bentuk media komunikasi berbasis internet, seperti situs, portal berita, blog, dan media sosial.

Bahkan, media sosial telah menjadi salah satu media yang paling banyak digunakan, baik oleh perseorangan maupun organisasi/lembaga.

Media sosial bersifat dua arah dan terbuka, yang memungkinkan para penggunanya dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi.

Media sosial berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan aplikasi berbasis internet, yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi internet yang bersifat dua  arah  (Web  2.0), yang  memungkinkan  penciptaan dan pertukaran isi antarpengguna.

Komunikasi  melalui media sosial dapat dilakukan antarindividu, individu dan institusi, institusi dan individu, serta antarlembaga.

Media sosial menghubungkan dan mempersatukan khalayak yang memiliki minat dan kepentingan yang sama, tanpa dibatasi faktor geografi, profesi, usia, dan sekat-sekat lainnya. Media sosial hadir sebagai alat komunikasi dua arah yang efektif dan intensif.

Kehadiran media sosial telah menambah sarana penyebaran informasi, opini publik, dinamika percakapan dan diskusi, bahkan telah mengubah perilaku dan gaya hidup masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah yang telah terjangkau infrastruktur komunikasi dan informatika.

Penggunaan dan pemanfaatan media sosial merupakan salah satu cara dalam mempromosikan serta menyebarluaskan program dan kebijakan pemerintah serta  berinteraksi dan menyerap aspirasi masyarakat sehingga mencapai saling pengertian untuk kepentingan bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Pengguna media sosial pada akhirnya membangun sebuah komunitas sehingga terjalin komunikasi yang intensif. Proses komunikasi karena ketertarikan yang sama terhadap suatu hal akan cepat membangun opini publik yang berdampak pada citra dan reputasi pemerintah.

Oleh karena itu, pada masa sekarang dan akan datang, praktisi humas pemerintah perlu memperhatikan peran media sosial serta terlibat secara aktif di dalamnya.

Pada saat ini hampir seluruh lembaga pemerintah telah menggunakan satu atau lebih media sosial sebagai salah satu sarana komunikasi kehumasan. Media sosial terbukti mampu melibatkan khalayak secara aktif dan menjaring masukan dari berbagai kalangan sehingga menciptakan kearifan orang banyak (wisdom of the crowd).

Namun, apabila tidak dikelola dengan baik dan bijak, penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi kehumasan dapat membawa dampak negatif. Berbagai masukan dan komentar, baik positif maupun negatif, bisa masuk tanpa dapat dikendalikan sehingga mempengaruhi citra lembaga.

Banyak di antara akun-akun yang mengatasnamakan instansi pemerintah sebenarnya bukan akun resmi lembaga yang bersangkutan, melainkan akun individu pegawai atau pihak yang berafiliasi dengan lembaga tersebut.

Apabila penggunaan media sosial yang mengatasnamakan instansi tidak disertai aturan dan pengendalian yang tegas  dan  mengikat  serta  pengelolaan  yang  profesional,  dapat mengakibatkan ketidakjelasan pesan dan kebingungan khalayak sehingga berdampak negatif bagi instansi yang  bersangkutan, pada khususnya, dan pemerintah pada umumnya.

Sebaliknya, apabila penggunaan media sosial diawali dengan pengertian dan pemahaman yang lengkap, pengaturan yang tepat, serta pengelolaan yang baik akan diperoleh manfaat dari penggunaan media sosial di instansi pemerintah.

Untuk menunjang hal-hal tersebut di atas, perlu disusun Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah sebagai acuan dalam menjalankan mekanisme pengelolaan media sosial serta menjadi acuan bagi pembuatan petunjuk  pelaksanaan/petunjuk  teknis  pengelolaan  media sosial di instansi pemerintah.

Pemanfaatan media sosial ini sejalan dengan ketentuan dalam reformasi birokrasi, antara lain pemanfaatan teknologi informasi (e- Government),  strategi komunikasi, manajemen perubahan (change management), manajemen pengetahuan (knowledge management), dan penataan tata laksana (business process).

Asas

Asas media sosial meliputi :

  1. faktual, yaitu informasi yang disampaikan melalui media sosial berlandaskan pada data dan fakta yang jelas dengan mempertimbangkan kepentingan umum;
  2. disampaikan  melalui  media  sosial  sehingga  dapat  diakses  dengan mudah dan diketahui oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja dalam menyampaikan pesan secara benar, jujur, dan apa adanya;
  3. keikutsertaan (participation) dan keterlibatan  (engagement),   yakni penyampaian informasi melalui media sosial yang diarahkan untuk mendorong keikutsertaan dan keterlibatan khalayak dengan cara memberikan komentar, tanggapan, dan masukan kepada instansi pemerintah;

a) interaktif, yakni komunikasi instansi pemerintah yang dilakukan melalui media sosial bersifat dua arah;

b) harmonis, yaitu komunikasi instansi pemerintah melalui media sosial yang diarahkan untuk menciptakan hubungan sinergis yang saling menghargai, mendukung, dan menguntungkan di antara berbagai pihak yang terkait;

c)  etis, yaitu pelaksanaan  komunikasi  instansi  pemerintah  melalui media sosial yang menerapkan perilaku sopan, sesuai dengan etika dan kode etik yang ditetapkan, serta tidak merugikan orang lain dan menimbulkan konflik;

d) kesetaraan, yaitu  terbina  hubungan kerja yang baik dan setara antara instansi pemerintah dan pemangku kepentingan;

e) profesional, yaitu pengelolaan media sosial yang mengutamakan keahlian berdasarkan keterampilan, pengalaman, dan konsistensi;

f) akuntabel, yaitu pemanfaatan media sosial yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dasar-Dasar Media Sosial

Dalam membangun hubungan yang baik antara instansi pemerintah, khususnya yang melaksanakan tugas kehumasan pemerintah dan masyarakat, perlu diwujudkan sinergi dan harmonisasi yang saling membutuhkan dan menguntungkan serta berkelanjutan.

Data, informasi, dan fakta yang disampaikan harus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Media sosial harus dapat mengakomodasikan kepentingan masing- masing instansi pemerintah dan masyarakat. Instansi pemerintah, dalam hal ini unit kerja humas pemerintah, harus dapat menyediakan dan menyampaikan informasi secara akurat, efisien, efektif, dan terjangkau sehingga komunikasi instansi pemerintah dengan pemangku kepentingan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Manfaat media sosial, antara lain, adalah :

  1. menyebarluaskan informasi pemerintah agar menjangkau masyarakat;
  2. membangun  peran  aparatur  negara  dan  masyarakat  melalui  media sosial;
  3. menyosialisasikan strategi dan tujuan pembangunan di masa depan;
  4. membangun interaksi antara pemerintah dan masyarakat;
  5. meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap kebijakan dan program pemerintah;
  6. menggali aspirasi, opini, dan masukan masyarakat terhadap kebijakan dan program pemerintah.

Kategori manfaat yang dapat diperoleh pemerintah dalam menggunakan media sosial meliputi :

  1. efisiensi, yaitu dengan sumber daya yang relatif lebih sedikit dapat menjangkau masyarakat dengan cepat;
  2. kemudahan  layanan  dan  kenyamanan  pengguna,  yaitu  mampu memberikan layanan masyarakat secara daring (e-Public Service) yang dapat diakses 24 jam 7 hari seminggu  dari seluruh dunia;
  3. keterlibatan masyarakat, yaitu partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam proses demokrasi pemerintah (e-Democracy).

Prinsip Media Sosial Humas Pemerintah

Media sosial humas pemerintah berprinsip sebagai berikut:

  1. kredibel,   yakni   menjaga   krediblitas   sehingga   informasi   yang disampaikan akurat, berimbang, dan keterwakilan;
  2. integritas, yakni menunjukkan sikap jujur dan menjaga etika;
  3. profesional, yakni  memiliki pendidikan, keahlian, dan keterampilan di bidangnya;
  4. responsif, yakni menanggapi masukan dengan cepat dan tepat;
  5. terintegrasi,  yakni  menyelaraskan  penggunaan  media  sosial  dengan media komunikasi lainnya, baik yang berbasis internet (on-line) maupun yang tidak berbasis internet (off-line);
  6. keterwakilan, yakni pesan yang disampaikan mewakili kepentingan instansi pemerintah, bukan kepentingan pribadi.

Etika Media Sosial

Praktisi  humas  pemerintah  perlu  menegakkan  etika  media  sosial, yakni :

  1. menjunjung tinggi kehormatan instansi pemerintah;
  2. memiliki keahlian, kompetensi, objektivitas, kejujuran, dan integritas;
  3. menjaga rahasia negara dan melaksanakan sumpah jabatan;
  4. menegakkan etika yang berlaku agar tercipta citra dan reputasi instansi pemerintah;
  5. menghormati kode etik pegawai negeri;
  6. menyampaikan dan menerima informasi publik yang benar, tepat, dan akurat;
  7. menghargai, menghormati, dan membina solidaritas serta nama baik instansi dan perorangan;
  8. melaksanakan keterbukaan informasi publik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Khalayak

 

Berdasarkan demografi, khalayak media sosial dibedakan atas warga asli digital (digital native) dan migran digital (digital migrant). Segmentasi teknografis sosial terdiri dari tujuh kelompok:

  1. creators, yakni khalayak yang memiliki sejumlah media sosial dan aktif mengisi dan  memperbaharui  (up-date);  khalayak  ini  menulis  blog, mengunggah (up-load) musik, video, audio, foto, artikel, yang disebar (share) atau di-retweet oleh para pengikutnya. Pada umumnya, khalayak ini memiliki banyak teman (friend)penggemar (fan), dan pengikut (follower), serta menyimak dan mengikuti pesan-pesan mereka;
  2. conversationalists, yakni khalayak yang aktif membangun percakapan dengan memperbaharui status (up-date status) atau tweet-nya paling sedikit  seminggu  sekali.  Alat  (tools)  yang  paling  banyak  digunakan adalah situs jejaring sosial (seperti Facebook, Multiply, dan Google+), serta  microblogging (seperti Twitter dan Plurk);
  3. critics, yakni khalayak yang lebih banyak menanggapi isi yang dibuat orang lain daripada mengunggah gagasan atau karyanya  sendiri; khalayak ini gemar membuat ulasan, menulis komentar dalam blog dan media sosial, aktif berdiskusi di forum sosial, serta menyunting artikel di wiki;
  4. collectors;  khalayak  yang  gemar  mengikuti berbagai  media  sosial, mengunduh isinya dan menyimpannya dengan  teratur;  khalayak ini proaktif melanggan dan menggali informasi dari berbagai situs yang dianggap penting dengan menggunakan  fasilitas Really  Simple Syndication (RSS) feeds, tags, dan sebagainya; khalayak ini juga kerap menjadi sumber rujukan orang-orang di sekitarnya karena memiliki banyak informasi yang berguna;
  5. joiners, yakni khalayak yang gemar bergabung di berbagai media jejaring sosial, seperti Facebook dan MySpace, tetapi tidak terlalu  aktif menyampaikan status, gagasan, atau aspirasinya;
  6. spectators:  khalayak  yang  gemar  membaca  blog  dan  berbagai  media sosial, menonton video di YouTube, mengunduh (down-load) musik dari internet,  mengikuti  diskusi  di  berbagai  forum  media  sosial,  dan mengulas isinya, tetapi  cenderung tidak memberikan komentar, penilaian (rating), atau me-retweet dan berbagi informasi atau pesan yang diterimanya;
  7. nactive,  yakni  khalayak  yang  tidak  memiliki  atau  mengikuti  media sosial apa pun;  kelompok ini pada umumnya berusia lanjut (lebih dari 50 tahun) dan cenderung mendapatkan informasi di internet melalui milis (mailing-list).

Beberapa tujuan instansi dalam pemanfaatan media sosial adalah

  1. menyimak (listening), yaitu instansi menggunakan media sosial untuk memahami dan menyerap aspirasi kebutuhan khalayak;
  2. berbicara  (talking),  yaitu  instansi  menggunakan  media  sosial untuk menyebarluaskan pesan dan informasi;.
  3. menyemangati (energizing), yaitu instansi menggunakan media sosial untuk membangun semangat dan   keterlibatan   serta mendorong khalayak menyebarluaskan pesan melalui percakapan dari mulut ke mulut (word-of-mouth) dan komunikasi viral (melalui internet);
  4. mendukung (supporting), yaitu instansi menggunakan media sosial untuk membantu khalayak agar saling mendukung sehingga tercipta dukungan yang lebih besar;
  5. merangkul (embracing), yaitu instansi menggunakan media sosial untuk melibatkan khalayak ke dalam kegiatan instansi, termasuk dalam memberikan masukan, saran, gagasan, dan/atau tindakan nyata.

Kegiatan Media Sosial

Kegiatan media sosial merupakan bagian terpadu dari kegiatan komunikasi instansi pemerintah secara menyeluruh. Oleh karena itu, kegiatan tersebut harus diselaraskan dengan kebijakan umum pemerintah. Kebijakan instansi pemerintah yang memiliki akun media sosial tersebut harus tercermin dalam isi media sosial.

Untuk mengelola hubungan masyarakat dengan memanfaatkan media sosial digunakan akun resmi masing-masing instansi pemerintah dengan penanggung jawab (administrator) pimpinan dari instansi yang bersangkutan untuk dan atas nama pemimpin instansi.

Penanggung jawab berhak sepenuhnya untuk mengunggah informasi yang berkaitan dengan instansi serta menanggapi atau menjawab komentar, pendapat, masukan, dan saran khalayak. Dalam pelaksanaan sehari-hari dapat ditunjuk petugas yang khusus mengelola media sosial instansi yang bersangkutan.

Pemantauan dan Evaluasi Media Sosial

Pemantauan media sosial dikenal juga dengan istilah penyimakan sosial (social listening)Kegiatan ini merupakan proses identifikasi dan penilaian mengenai persepsi khalayak terhadap instansi dengan menyimak semua percakapan khalayak di berbagai media sosial.

Pemantauan dilakukan untuk mengukur dan menganalisis kecenderungan persepsi, opini, dan sikap khalayak terhadap instansi. Pengukuran dan analisis tersebut dilakukan terus-menerus dan sewaktu (real time) sehingga instansi pemerintah mampu memantau pergerakan naik atau turunnya kecenderungan persepsi, opini, dan sikap khalayak terhadap instansi.

Untuk mengukur tingkat kembalian investasi (return on investment) di media sosial, digunakan lima kategori pengukuran sebagai berikut :

1. Jangkauan

Untuk mengukur seberapa jauh jangkauan pesan mencapai khalayaknya, digunakan tolok  ukur, antara lain jumlah tautan (link) yang merujuk pesan yang disampaikan, jumlah tweet dan retweet tentang pesan yang dimuat, jumlah orang yang membicarakan pesan, dan jumlah hubungan baru yang terbentuk sebagai akibat isi yang bernilai (valuable content).

2. Frekuensi dan Lalu-Lintas Percakapan

Untuk mengukur frekuensi (kuantitas) percakapan digunakan sejumlah  tolok  ukur,  seperti  jumlah  kunjungan, jumlah pengunjung, jumlah kunjungan kembali, jumlah halaman yang dibaca (page view), dan lama berkunjung ke suatu situs, sedangkan untuk mengukur lalu-lintas percakapan hanya digunakan jumlah kunjungan kembali, jumlah halaman yang dibaca, dan lama berkunjung ke suatu situs.

3. Pengaruh

Unsur yang perlu diperhatikan untuk mengukur pengaruh dampak media sosial adalah kekerapan diskusi mengenai isi atau pesan tertentu yang disampaikan, komentar, dan efek penyebarluasan informasi (komunikasi viral); misalnya, melalui re-tweet, sharing, dan tagging.

4. Percakapan dan Keberhasilan

Jumlah pesan yang di-click khalayak, jumlah pesan yang diunduh khalayak, dan jumlah pesan yang diadopsi atau program yang kemudian diterima dan didukung khalayak merupakan unsur yang perlu diperhitungkan dalam percakapan dan menentukan keberhasilan pemanfaatan media sosial.

5. Keberlanjutan

Tolok ukur keberlanjutan komunitas adalah loyalitas (sekadar klien atau hingga menjadi duta/ambassador), jumlah kunjungan kembali ke situs, dan tingkat keterlibatan (engagement) khalayak.

Selain lima ukuran di atas, ada sejumlah alat analisis untuk mengukur berbagai hal di media sosial, baik yang dapat diunduh secara cuma-cuma atau pun yang berbayar, diantaranya bagan Alat Analisis (Tracking Analysis).

Pemantauan  media  sosial  juga  dilakukan  dengan  mengamati jumlah lalu-lintas percakapan (traffic)pengunjung (unique visitor), jumlah halaman yang disimak pengunjung (page view), komentar yang masuk ke media sosial yang digunakan, sifat komentar (positif, netral, dan negatif), serta komunikasi viral yang terjadi akibat penyampaian pesan melalui media sosial tersebut.

Evaluasi terhadap kinerja media sosial meliputi aspek luas jangkauan yang tercipta, intensitas, kedalaman isi diskusi, dan masukan yang diperoleh. Evaluasi tersebut meliputi masukan (input), keluaran (output)hasil (outcome), dan manfaat (benefit).

Sumber: Permenpan No. 83 tahun 2012

 

Teknik Produksi Siaran Radio & TV

Teknik Produksi Siaran Radio & TV.

Pengertian Tekik Produksi Siaran menurut KBBI.

Teknik:

  1. n pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri (bangunan, mesin): sekolah —ahli —
  2. n cara (kepandaian dan sebagainya) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni
  3. n metode atau sistem mengerjakan sesuatu

Produksi:

  1. n proses mengeluarkan hasil; penghasilan: ongkos — barang
  2. n hasil: buku itu merupakan –nya yang pertama
  3. n pembuatan: — film itu menelan biaya cukup besar

Siar:

  1. v memberitahukan kepada umum (melalui radio, surat kabar, dan sebagainya); mengumumkan (berita dan sebagainya): ia hendak ~ pertunangannya
  2. v menyebarkan atau mempropagandakan (pendapat, paham, agama, dan sebagainya): siapa yang mula-mula ~ ajaran agama Islam di Indonesia?
  3. v menerbitkan dan menjual (buku, gambar, foto, dan sebagainya): satu-satunya penerbit yang ~ foto-foto perang
  4. v memancarkan (cahaya, terang, dan sebagainya): matahari mulai ~ cahayanya
  5. v mengirimkan (lagu-lagu, musik, pidato, dan sebagainya) melalui radio: sebulan sekali RRI Yogyakarta ~ wayang kulit semalam suntuk

Siaran:

  • n yang disiarkan (dalam berbagai-bagai arti):

Kata “siaran” merupakan padanan dari kata broadcast dalam bahasa Inggris.

Undang-undang Penyiaran memberikan pengertian siaran sebagai:

“pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.”

Progam siaran dapat didefinisikan sebagai satu bagian atau segmen dari siaran radio ataupun televisi secara keseluruhan.

Organisasi Produksi

Production Organization. Gill Branston & RoyStafford dalam The Media Student’s Book (London: Rouledge, 2003) mengemukakan teori organisasi produksi dengan menjadikan produksi film atau televisi sebagai contoh kasus.

Secara garis besar teori ini menguraikan tahapan proses produksi, yaitu pra-produksi, produksi, dan pasca produksi.

A. Pra Produksi

Sebuah program acara berawal dari sebuah ide atau gagasan baik perseorangan atau kelompok (teamwork), yang diteruskan dengan proses tukar pikiran (brainstorming).

Setelah itu dilakukan penyesuaian-penyesuaian (adaptasi) agar didapatkan sebuah program yang terstruktur dan rapi, biasanya sudah berupa naskah cerita (skenario) untuk drama atau rundown program acara non-drama dan news.

Tahap pra-produksi, meliputi tiga bagiansebagai berikut:

a) Penelitian/Penemuan Ide

Penelitian merupakan komponen utama produksi.Karena, penelitian merupakan bagian penting dari karya media akademik begitu pula produksi, biasanya penelitiandatang sebelum negosiasi singkat.

Tahap ini dimulai ketika seorang produsermenemukan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan script, mengumpulkan data,membuat riset dan menuliskan atau meminta penulis naskah mengembangkangagasan menjadi naskah sesuai riset.

Selanjutnya produser menyusun jadwal (timeline) dan meninjau lokasi pengambilan gambar.

b) Peninjauan

Persiapan yang baik sangat penting untuk produksi media yang efektif. Sebelum pekerjaan audio, video atau photoghrapi terjadi di lokasi, sebuah perusahaan produksiakan melakukan serangkaian peninjauan. Termasuk pemeriksaan sumber listrik dan pencahayaan Fasilitas seperti ruang ganti, penyegaran dan kemungkinan ruang publikdan pers adalah penting.Kepala produser, kru kamera dan suara juga memilih lokasiuntuk menambah keindahan estetika.

Pada tahap ini meliputi pemberesan semuakontrak, perijinan, dan surat menyurat. Latihan para artis dan pembuatan setting,meneliti dan melengkapi peralatan yang diperlukan.Persiapan ini baik diselesaiikanmenurut jangka waktu (time schedule) yang sudah ditetapkan.

c) Desain

Desain yang bagus menunjukkan produk tersebut memiliki kualitastinggi.Desain produk menjadi prioritas utama dalam produksi media.

Barang yangakan diperkenalkan dan diproduksi harus ditetapkan terlebih dahulu segi fungsinya.produk kemudian di desain sesuai dengan ketentuan perusahaan. manajemen biasanya mempunyai beragam plihan sebagaimana sebuah produk dapat mencapaitujuan fungsionalnya.

B. Produksi (Pelaksanaan)

Langkah ini dapat dikerjakan ketika pekerjaan utama selesai pada sebuah konsep yangakan menjadi produk. Hal tersebut berguna pada saat dibahas siapa yang mengeksekusi, apadan bagaimana perannya didefinisikan dan diintegrasikan sebagai bagian dari suatu produksi.

1) Unit Produksi

Pada tahap ini, prinsipnya memvisualisasikan konsep naskah atau run down agar dapat dinikmati pemirsa.Karena konsep tersebut, maka dibutuhkan peralatanyang sudah pasti ada orang (operator), dan production service.

Unit yang digunakanuntuk melakukan produksi di perusahaan media ini adalah staf kreatif.Sedangkan,sutradara bekerja sama dengan para artis dan crew mencoba mewujudkan apa yangdirencanakan dalam kertas dan tulisan (shooting script)

menjadi gambar, susunangambar yang bercerita. Selain sutradara, penata cahaya dan suara mengatur dan bekerja agar gambar dan suara bisa tayang dengan baik.

2) Peran Produksi

Pada bagian ini unit-unit organisasi memerankan fungsinya seperti produsen,direktur dan editor, Tenaga teknisi, Tenaga administratif, dan tim kreatif.

Hal-hal yang berkaitan dengan konsumen, biasanya merupakan hal dari tim kreatif di balikserangkaian seri program televisi.

Selain itu, dalam rekaman suara juga, produser bisa dikatakan sebagai tim kreatif. Dalam hal penerbitan, peran yang sama kemungkinan akan dibagi oleh editor dan manajer produksi.

Produksi memerlukan keahlian khusus dan pengetahuan. Pertama, dalam kemampuan akademik umum dari penggunaan dan pengecekan sumber daya manusia. Kedua, dalam kaitannya dengan spesifikasi keahlian khusus.

3) Hak Cipta dan Perizinan

Produk media sering referensial dan interkstual, memanfaatkan bahan yangdirekam sebelumnya. Dalam industri yang sangat komersial hampir apa pun yang dimiliki segala jenis komersial yang potensial, bisa digunakan dalam publikasi lain akan dimiliki dalam hal hak untuk reproduksi.

Industri ini telah mengembangkandokumen khusus untuk produsen media, ini juga digunakan untuk izin. Permintaan produsen, biasanya tidak membeli seluruh lagu tapi hanya beberapa detik. Salah satu solusi bagi produsen kecil adalah dengan menggunakan musik perpustakaan, khusus ditulis dan direkam untuk produksi audio visual dan katalog CDs sesuai dengan tema.

C. Pasca Produksi

Pasca produksi dimaksud sebagai tahap penyelesaian akhir atau penyempurnaan dari produksi. Tahap penyelesaian meliputi pelaksanaan editing baik video maupun audio, pengisian narasi, pembuatan efek khusus, melakukan hasil evaluasi hasil akhir dari produksi.

Setelah bahan utama telah diproduksi, atau ditemukan dan disusun, maka layak dibentuk menjadi produk akhir. Hal itu melibatkan beberapa kegiatan yang berbeda.

Branston dan Stafford merancang sebuah langkah akhir dalam pasca produksisebagai berikut :

1) Penulisan Ulang dan Editing

Setelah shooting selesai, penulis skrip membuat logging yaitu mencatat kembali semua hasil shooting berdasarkan catatan shooting dan gambar.

Di dalam loggingtime code (nomor kode yang dihasilkan dari digit frame, detik, menit dan jam yang dimunculkan dalam gambar) dan hasil pengambilan setiap shoot dicatat. Kemudian berdasarkan catatan itu sutradara membuat editing kasar yang disebut editing offline.

Setelah pengeditan maka dilakukan pemeriksaan atas naskah atau gambar yang telah diedit. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa teks mentah tidakterdapat kesalahan ejaan, informasi yang tidak akurat.

2) Penjadwalan

Untuk menentukan berapa lama tim produksi harus menyelesaikan proses produksi, tergantung pada perencanaan dan persiapan sebagai suksesnya suatu produksi. Bahkan rencana yang baik pun akan sia-sia jika keseluruhan tugas itu tidak bisa dilakukan. Menghitung waktu pada setiap proses produksi tersebut akanmenghabiskan waktu untuk memastikan bahwa tim produksi tahu jadwal.

Dalam media online/sosial jadwal sangat penting untuk mengetahui kapan produk akan dipublikasikan.

3) Uji Pemasaran dan Peninjauan

Setelah proses peninjauan maka dilanjutkan dengan uji pemasaran atau pratinjau terhadap produk yang akan di dikeluarkan. Jika tim produksi ragu terhadap produk yang diproduksi maka diperlukan uji pemasaran produk bertujuan untuk melihat respons audien terhadap produk yang diajukan. Meskipun sebagian orang mengatakan langkah ini mengarah ke produk yang lambat.

4) Finishing

Produk media yang paling sukses adalah produk yang berasal dari hasil akhiryang berkualitas. Tampilan yang bagus dengan pemikiran yang diberikan pada pencahayaan dan caption atau katalog yang dicetak dengan hati-hati akan meningkatan audiens. Tahap ini menjadi tahap produksi akhir sebelum produk didistribusikan.

Teknik Produksi Siaran TV

Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi. Dalam memproduksi program televisi, sangat diperlukan Standard Operasional Procedure (SOP), yaitu

  1. Praproduksi — menyangkut ide, perencanaan dan persiapan), Produksi (pelaksanaan)
  2. Pasca-produksi (penyelesaian dan penayangan).

Dalam memproduksi program televisi seorang produser akan dihadapkan pada lima hal sekaligus yang memerlukan pemikiran mendalam:

  1. materi produksi
  2. sarana produksi
  3. biaya produksi
  4. organisasi pelaksanaan
  5. tahapan pelaksanaan produksi.

Program televisi tidak dapat terlepas dari adanya kerjasama oleh tim produksi yang merangkai dan menggambarkan ide cerita atau skenario ke dalam bentuk audio dan video.

Dalam melaksanakan suatu program, apalagi program itu live, maka semua teknis harus dipersiapkan dengan sangat matang, demi memperoleh hasil yang maksimal.*

 

3 Pilar Kemerdekaan Pers

Ketua Dewan Pers, Prof Dr M Nuh mengingatkan pemerintah dan stakeholders lainnya menempatkan posisi media massa secara pas. Posisikan media massa sebagai komplemen, bukan suplemen.

Hal itu dikatakan M Nuh saat kegiatan Media Gathering yang digelar Bupati Magetan, Dr Suprawoto di Pendopo pemkab setempat beberapa hari lalu. “Jadikan media massa sebagai komplemen dan jangan tempatkan sebagai suplemen,” katanya mengingatkan.

Kegiatan ini diikuti sejumlah pejabat dan pimpinan OPD di lingkungan Pemkab Magetan, wartawan, dan pimpinan media massa dari Surabaya.

M Nuh mengutarakan, pentingnya tiga pilar untuk mewujudkan kemerdekaan pers. Apa saja? Pertama, kompetensi wartawan. Hal itu menjadi kebutuhan mutlak, di mana wartawan kompeten yang bisa menegakkan dan mengisi kemerdekaan pers.

“Tidak mungkin kemerdekaan pers diisi wartawan yang tak berkompeten,” katanya.

M Nuh mengapresiasi langkah dan program yang dijalankan PWI Jatim dalam konteks ini. Program UKW PWI Jatim yang telah dijalankan sebanyak 27 angkatan merupakan program konkrit untuk mewujudkan wartawan berkompeten.

“Program tersebut layak diteruskan di kemudian hari,” ujarnya.

Pilar kedua adalah proteksi hukum yang diberikan negara kepada wartawan dan media massa.

M Nuh mengutarakan, sangat tidak mungkin kemerdekaan pers bisa ditegakkan dan dijalankan di tengah perlindungan hukum yang lemah kepada wartawan dan media massa.

Dia memandang UU Nomor 40/1999 tentang Pers cukup memadai untuk memberikan proteksi kepada wartawan.

Selain itu, dalam perspektif lain, wartawan juga diingatkan jangan pongah dan takabur dalam menjalankan profesinya. Sebab, wartawan dan media massa hakikatnya juga diawasi. Secara personal, warga negara bisa mengajukan hak jawab dan hak koreksi terkait pemberitaan yang dinilai keliru dan merugikan kepentingannya.

Secara kolektif, tambahnya, komunitas masyarakat bisa membentuk media watch untuk mengawasi dan mengontrol kinerja wartawan dan media massa. Secara kelembagaan negara, dibentuk Dewan Pers yang berfungsi mengawal dan mengawasi kehidupan pers nasional agar tetap dalam koridor Kode Etik Jurnalistik dan regulasi pers lainnya.

Sedang pilar ketiga adalah kesejahteraan wartawan. Dalam hal ini, M Nuh mengingatkan pemilik media massa harus memiliki komitmen kuat untuk memberikan kesejahteraan wartawannya dan meningkatkannya dari tahun ke tahun. Sebab, tak mungkin kemerdekaan pers ditegakkan wartawan yang dari aspek kesejahteraan belum selesai.

Hal lain yang diingatkan M Nuh kepada media massa dan wartawan adalah pentingnya menjalankan fungsi dan peran media massa secara konsisten.

Berdasar UU Nomor 40/1999, fungsi pers antara lain informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan wahana ekonomi bisnis. M Nuh menguraikan lebih dalam lagi tentang fungsi dan peran pers dalam perspektif masa depan.

Apa saja? Menurut M Nuh, pers juga mengemban tugas untuk mencerdaskan warga negara, memberdayakan dan mencerahkan masyarakat, dan menumbuhkan nasionalisme di kalangan warga negara. Atas semua fungsi dan peran pers tersebut, faktor kemerdekaan pers berada di posisi penting dan strategis.

“Yang menjaga kemerdekaan pers itu bukan sekadar masyarakat pers itu sendiri, tapi kita semua secara keseluruhan. Makanya jangan tempatkan pers sebagai suplemen, tapi komplemen. Sebab, tanggung jawab melakukan check and balances tak mungkin diserahkan kepada individu, tapi harus kepada lembaga yakni media massa,” tegas M Nuh. [beritajatim.com]